Kamis, 24 Maret 2011

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ANAK EGOIS)

BAB 1
PENDAHULUAN

Beberapa ahli psikologi perkembangan mengatakan, masa paling penting dalam membentuk kepribadian seseorang adalah antara 0-5 tahun. Jadi, tidak dalam kandungan maupun setelah masa kanak-kanaknya telah lewat. Selama masa kanak-kanak itulah dasar-dasar kepribadian ditanamkan. Anak yang dilahirkan dengan sejumlah naluri perlu dikembangkan agar dapat hidup dengan baik dan berguna dalam masyarakatnya. Dengan kasih sayang, perhatian, belaian, bercakap-cakap, dan bermain dengan si kecil, secara perlahan-lahan. Selain itu, anak juga perlu diperkenalkan pada nilai-nilai luhur dan kebiasaan yang baik.
Orangtua dan guru perlu melarang hal-hal yang tidak baik, bahkan kalau perlu menghukum jika larangan sudah tidak mempan lagi, sesuai umur anak, dan membimbing anak ke arah yang baik. Anak perlu dilatih untuk menghargai orang lain dan bersikap sopan santun, sambil menerapkan moral yang tinggi di rumah. Seperti jangan asal janji bila tidak bisa memenuhinya, jika kakaknya sedang tidur, ajak anak main tanpa teriak-teriak atau kecilkanlah suara televisi, sambil menyebutkan alasannya (belajar menghargai orang lain dan respek pada kebutuhannya).
Jika orangtua terlalu sibuk, malas, terlalu mengikuti kemauan anak, atau saling bertentangan dalam mendidik anak, anak dapat kehilangan arah, jadi cenderung bersikap "semau gue", alias jadi egois atau mau menang sendiri.
Apakah sikap egois bisa diperbaiki? Jika masih kecil lebih mudah diperbaiki, tetapi, kalau sudah remaja, apalagi dewasa, jauh lebih sukar. Seorang psikolog dan ahli pendidik James Dobson berkata dalam bukunya Dare to Dicipline: "Psikolog yang menghadapi remaja yang tidak mempunyai respek sama sekali terhadap orangtuanya, sebab orangtuanya terlalu memanjakan dia sampai membiarkan anak terus "menang", sampai tidak terkendali lagi, adalah bagai dokter yang berhadapan dengan pasien penderita kanker ganas." Sukar diperbaiki lagi. Untuk itulah dibutuhkan suatu penanganan secara dini untuk mengatasi sifat egois pada anak.

BAB II
LANDASAN TEORI
(Anak Egois)

A. Pengertian Egois
Secara alamiah sifat egois timbul pada anak usia 2 tahun karena pada usia tersebut mereka mempunyai karakter egosentris. Mereka melihat segala sesuatu dari sudut pandangnya dan belum mampu melihat dari kaca mata orang lain. Sehingga seringkali jika mereka menginginkan sesuatu hal, harus dipenuhi saat itu juga. Mereka tidak memperdulikan apakah keinginannya merugikan orang lain atau tidak. Mereka juga tidak peduli jika orang lain menangis akibat perbuatannya mengambil secara paksa dari orang lain. Yang penting apa yang dia inginkan dan apa yang dia suka diperolehnya. Bahkan untuk memuluskan keinginannya, kadang dia mengeluarkan senjata ampuh dengan menangis, bahkan sampai berteriak.
Namun sebaliknya, jika dia mempunyai sesuatu ataupun kesenangan, maka dia enggan berbagi. Dia ingin menikmati sendiri barang yang dimilikinya. Bahkan milik orang lain pun kadang diakui sebagai miliknya jika dia menginginkannya. Dia tidak ingin orang lain mengganggu kesenangannya. Anak egois maunya menang sendiri.
Michele Borba, Ed.D., dalam bukunya Don’t Give Me that Attitude!: 24 Selfish, Rude Behaviors and How to Stop Them menjelaskan bahwa anak-anak yang selfish alias egois adalah anak-anak yang tidak senang menjadi bagian dari sekitarnya. Mereka selalu menginginkan segala sesuatu sesuai dengan cara mereka, meletakkan kebutuhan dan urusan mereka di atas yang lainnya, dan jarang sekali mempertimbangkan perasaan orang lain. Itulah sebabnya, mereka berusaha membuat orangtuanya percaya bahwa perasaan mereka lebih penting dibandingkan perasaan dan kebutuhan orang lain.
Sudah tentu anak egois ini perlu disadarkan dan diperbaiki sikapnya. Anak perlu diingatkan bahwa di samping dirinya, ada juga anak-anak lain yang samasama kita cintai. Ia perlu didorong agar mengembangkan sikap-sikap baik seperti tidak mementingkan diri sendiri, pemurah, dan penuh perhatian.
Menurut Heribertus Gunawan, anak yang egois hanya peduli dengan dirinya sendiri, hanya berfokus pada kesejahteraan dirinya sendiri tanpa peduli orang lain. Anak usia sekolah umumnya masih egosentris karena dunianya masih terpusat pada dirinya sendiri, karena merasa dirinya dan dunia sekitarnya adalah satu.

B. Ciri-ciri Perilaku Egois
Pada anak usia sekolah perilaku egois bila sekali-sekali muncul masih dapat dikatakan wajar, tetapi bila dilakukan dalam frekuensi dan intensitas yang tinggi digolongkan pada perilaku bermasalah. Ciri-ciri perilaku egois yang melebihi batas normal/bermasalah diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Anak kurang mampu mengontrol diri/emosi, cenderung agresif.
2. Harga diri dan empati kurang berkembang.
3. Memiliki sikap penuntut.
4. Kualitas hubungan sosialnya buruk, sulit menjalin relasi dengan anak lain.
5. Memandang orang lain secara negative.
6. Sering merebut mainan / barang yang dipegang oleh temannya.
7. Enggan untuk berbagi kesenangan, mainan, atau makanan dengan orang lain.
8. Suka merajuk atau menangis atau merengek-rengek jika keinginannya tidak segera dituruti.

C. Penyebab Sifat Egois pada Anak
Penyebab perilaku egois biasanya karena perlakuan dan pola asuh orang tua/pengasuh yang tidak tepat (misalnya kasih sayang orang tua yang berlebihan atau kurang, sikap orang tua yang permisif, tidak menanamkan disiplin, moral dan tanggung jawab yang diperlukan anak sebagai pengarah dalam berperilaku). Sifat egois bukanlah sifat bawaan atau keturunan, tapi masalah pembiasaan. Perkembangan sosial seorang anak dipengaruhi oleh lingkungannya, baik dari orang tua maupun orang-orang di sekitarnya. Berikut beberapa faktor mengapa anak bersifat egois :
1. Perhatian yang berlebihan. Pemujaan kepada anak secara berlebihan membuat orang tua memanjakan anak dengan cara memenuhi segala keinginannya. Sehingga anak terbiasa mendapatkan apapun tanpa usaha dan perjuangan terlebih dahulu. Anak juga tidak terbiasa mengembangkan rasa toleransi dan sabar kepada orang lain. Anak tidak diajari untuk menunda kepuasan atau mendapatkan sesuatu sebagai hadiah dari usaha yang keras. Kemudahan mendapatkan sesuatu tanpa perlu usaha membuat anak mengambil kesimpulan bahwa ia bisa mendapatkan apapun yang dia inginkan dengan mudah saat itu juga.
2. Perlindungan yang berlebihan. Dalam menunjukkan rasa sayang kepada anak, seringkali orang tua memberi perlindungan yang berlebih dari berbagai macam kegagalan dan kesalahan. Rasa kekhawatiran yang mendalam juga membuat orangtua menghindarkan anak mereka dari pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya bisa dilakukan anak seusianya. Karena khawatir baju anak kotor, orang tua menyuruh pembantu untuk selalu menyuapi makan. Karena khawatir diganggu teman di taman, orang tua menyuruh pengasuh untuk selalu berada di dekat sang anak dan siap melayani. Maka anak akan terbiasa menyuruh-nyuruh orang seperti yang telah dicontohkan orang tuanya, bahkan untuk pekerjaan-pekerjaan sederhana yang sebenarnya bisa dia lakukan.
3. Anak yang mempunyai kebutuhan-kebutuhan khusus (misalnya anak yang
sering sakit-sakitan), sering kali mendapatkan perhatian khusus. Jika tidak
hati-hati anak seperti ini bisa tumbuh menjadi anak yang egois, karena dia
menganggap semua harus dipusatkan pada dia. Itulah sebabnya salah satu cirri juga anak-anak yang egois adalah dia menganggap diri sebagai kasus khusus, artinya keinginannya harus didahulukan sebab dia merupakan kasus perkecualian.





BAB III
IDENTIFIKASI KASUS

Kasus: Siswa Sekolah Dasar Kelas V yang Egois
A. Gambaran Masalah
Ella adalah siswa kelas V sekolah dasar yang terletak di daerah perkotaan. Ia merupakan anak tunggal dari pasangan orang tua yang mampu. Menurut latar belakang keluarganya Ella merupakan anak yang dinanti-nanti kehadirannya, ia mendapatkan perhatian yang lebih, dan apapun yang diinginkan Ella selalu dipenuhi oleh orang tuanya, sehingga Ella tumbuh menjadi anak yang manja dan apapun yang ia inginkan harus dipenuhinya, keadaan ini dibawanya sampai ke lingkungan sekolahnya.
Di lingkungan sekolahnya Ella sering memaksakan teman-temannya untuk memenuhi apapun yang diinginkannya, termasuk jika ia melihat benda-benda yang menarik baginya, pasti ia akan meminta dengan paksa. Kadang Ella sering meremehkan teman-temannya juga, misalnya senang mengejek saat temannya salah menjawab pertanyaan, dan ia merasa jawabannya sendiri yang paling benar, begitu pula saat berdiskusi pada kegiatan belajar mengajar, apapun yang dikatakannya harus diikuti.
Dengan keadaan ini teman-teman Ella mulai menjauhinya, karena tidak suka dengan tindakan yang dilakukan oleh Ella. Sering terlihat saat istirahat Ella hanya bermain sendiri, tidak ada teman yang menemaninya.

B. Latar Belakang
Setelah menganalisis permasalahan yang dialami oleh Ella, dapat disimpulkan bahwa latar belakang masalah ini yaitu.
1. Ella merupakan anak tunggal di keluarganya dan terbiasa dengan orang tua yang selalu memanjakannya, dan menuruti apa yang selalu diinginkannya.
2. Di lingkungan sekolahnya Ella tidak pernah memahami dan tidak mempunyai rasa toleransi terhadap temannya.

C. Usaha Pemecahan Masalah
Masalah yang dialami Ella menuntut guru pengajarnya yang sekaligus wali kelasnya untuk melakukan konseling pada Ella, karena akhir-akhir ini dia selalu sendiri, dan teman-teman menjauhinya karena sifat egois Ella tersebut. Guru akan memberikan konseling agar Ella tidak bersikap egois lagi kepada teman-temannya. Sehingga diharapkan ia tidak dijauhi lagi oleh teman-teman sekelasnya.

SKENARIO KONSELING
Bel pulang sekolah telah berbunyi, menandakan kegiatan belajar mengajar telah usai. Setelah Bu Diah mengamati Ella yang akhir-akhir ini sering sendiri, dan tidak ada teman yang mau bermain bersamanya, maka Bu Diah memanggil Ella ke ruangannya.
Bu Diah : Ella.., bisakah Ella ikut bersama ke ruangan Ibu sebentar?.
Ella : baik Bu, tapi ada apa ya Bu?
Bu Diah : ya.., nanti kita akan bicarakan bersama.
(Bu Diah dan Ella menuju ruangan Bu Diah)
Bu Diah : ayo duduk dulu La. (Bu Diah menyilakan duduk pada Ella )
Ella : iya Bu, terima kasih.
Bu Diah : kenapa akhir-akhir ini Ibu sering melihat Ella sendirian, seperti tadi saat istirahat, Ella tidak bermain bersama dengan teman-teman?
Ella : dasar teman-teman saja yang menyebalkan, jadi aku sendirian saja.
Bu Diah : kenapa kamu sebal dengan teman-teman? Bukankah akan lebih menyenangkan jika bermain bersama-sama?
Ella : iya si Bu, tapi biarkan saja lah, ngapain juga saya harus memikirkan mereka. Mereka aja tidak memikirkan saya kok bu.
Bu Diah : tapi kamu senang tidak kalau kamu punya banyak teman dan belajar serta bermain bersama dengan teman-teman.
Ella : ya senang si Bu, kan banyak teman jadinya.
Bu Diah : lantas kenapa kamu sering sendiri?
Ella : tidak tahu lah Bu, teman-teman sepertinya menjauhi saya.
Bu Diah : Ella tahu kenapa teman-teman menjauhi Ella?
Ella : ya mana saya tahu bu, tapi emang dasar teman-teman saja yang menyebalkan. Seperti kemarin bu, saya cuma minta gantungan kunci punya Arin aja, masa tidak boleh!! padahal ayah saya juga bisa membeli yang lebih bagus dari pada milik Arin itu.
Bu Diah : mungkin Arin memiliki gantungan kunci itu hanya satu. Atau mungkin itu hadiah dari orang tuanya.
Ella : Tidak Bu. Saya tahu kok. Arin aja yang pelit. (Ella tetap membela diri). Terus kemarin aku cuma minta ditemanin ke kantin bersama Nunung, tidak mau juga. Tuh kan, memang teman-teman yang menyebalkan.
Bu Diah : Ella sebenarnya kamu ingin tidak bersama-sama lagi dengan teman kamu?
Ella : Mmmm….. Iya si bu… Saya kangen dengan teman- teman bu… saya merasa sendirian. Saya merasa dikucilkan. (menunduk)
Bu Diah : Ella, dengarkan Ibu sekarang ya.. lihat ibu. (Ella mulai melihat bu Diah). Ibu memiliki sebuah cerita.
(Bu Diah pun mulai menceritakan cerita tersebut)

Dinda yang Baik Hati dan Ratna yang Egois

Di desa Galungan ada anak yang bernama Dinda, ia berumur 12 tahun dan masih duduk di bangku kelas enam sekolah dasar. Di lingkungan tempat tinggalnya dia dikenal sebagai anak yang baik dan patuh terhadap orang tuanya, ia juga mempunyai banyak teman, termasuk Ratna teman sebayanya. Mereka berdua bersama teman-teman yang lain sering bermain bersama, termasuk saat di sekolah, karena Dinda dan Ratna menempati sekolah yang sama.
Seperti biasanya, yaitu hari minggu Dinda dan teman-temannya bermain bersama, yakni bermain petak umpat. Permainan itu berjalan sangat menyenangkan, dan sampai pada akhirnya Ratna mendapatkan giliaran untuk menjaga, tapi dia tidak mau menjaga, dan bersih kukuh tidak mau. Dengan alasan bahwa menjadi penjaga itu tidak menyenangkan.
Akhirnya Dinda berusaha menjelaskan pada Ratna, kalau dalam permainan petak umpat harus ada yang menjaga dan bersembunyi, dikatakan menjaga apabila dia ditemukan oleh teman yang menjaga sebelumnya. Dan teman yang lainnya bersembunyi. itulah resikonya bermain petak umpet.
Tapi Ratna tetap saja tidak mau menjadi penjaganya, dan hal ini membuat teman-teman yang lain merasa kesal dengan sikap Dinda, namun Ratna mencoba menenangkan teman-teman yang lain. Dinda masih mencoba membujuk Ratna agar mau menjaga dan meyakinkan teman yang lain jika permainan akan berlanjut kembali. Namun tiba-tiba Ratna menyatakan kalau permainan diakhiri saja dan lebih baik diganti permainan baru yaitu bermain monopoli bersama. Hal ini membuat teman-teman yang lain kesal terhadap sikap Ratna yang seenaknya sendiri, termasuk Ririn yang memang sudah merasa capek. Akan tetapi Ratna masih saja memaksa untuk bermain monopoli. Dan akhirnya Dinda memberikan semangat terhadap teman yang lain untuk mencoba permainan monopoli, seperti apa yang diinginkan oleh Ratna.
Dan akhirnya teman-teman menyetujuinya, termasuk Ririn yang sebenarnya sudah merasa capek. Belum selesai permainan Ratna meminta untuk mengakhiri permainan dengan alasan sudah bosan. Dan ini membuat teman-temannya bertambah kesal lagi dengan sikap Dinda yang semakin seenaknya sendiri. Dinda pun menasehati pada Ratna jika permainannya diselesaikan terlebih dahulu, namun Ratna tetap tidak mau karena sudah mulai merasa bosan, malah marah-marah terhadap Dinda yang menganggap Dinda memaksakan kehendaknya padahal dia sudah tidak mau bermain monopoli lagi, dan Ratna pun akhirnya meninggalkan teman-teman dan permainan begitu saja, sementara Dinda dan teman-teman yang lain melanjutkan permainan lagi tanpa Ratna dan tidak terlalu mempedulikan sikap Ratna yang sudah meninggalkan mereka.
Esok paginya, yang biasanya Ratna berangkat sekolah bersama teman-teman, kali ini dia berangkat sendiri, karena teman-temannya sudah berangkat dahulu bersama Dinda. Pulang sekolah pun demikian.


Saat di rumah, Dinda diperintahkan oleh Ibunya untuk membeli gula di pasar, karena Dinda berangkat sendirian Dinda berniat mengajak Ririn untuk menemaninya membeli gula di pasar. Kemudian dia pun pergi ke rumah Ririn, saat tiba di rumah Ririn, Dinda melihat Ririn sedang menjaga adiknya yang masih bayi, maka dia mengurungkan niatnya untuk minta ditemani ke pasar, dan akhirnya dia pergi ke pasar sendiri.
Disaat yang bersamaan Ratna mengalami kesulitan dalam mengerjakan PR dan meminta Ririn untuk membantu mengerjakannya, padahal Ririn harus menjaga adiknya, namun Ratna tetap memaksanya, menganggap Ririn bukan teman yang setia kawan dan menjadikan adiknya sebagai alasan untuknya agar tidak mau menemani Ratna mengerjakan PR akhirnya dengan terpaksa Ririn pun membantunya.
Kini di lingkungan sekolah, Dinda memiliki teman yang banyak, namun berbeda dengan Ratna, dia dijauhi oleh teman-temannya. Setelah beberapa hari, karena Ratna mulai merasa tidak memiliki teman lagi, akhirnya dia mulai mendekati teman-temannya dan mulai memahami dan menghargai pendapat teman-temannya. Teman-teman Ratna pun senang dengan perubahan yang terjadi pada Ratna, dan mulai belajar dan bermain bersama kembali.

Bu Diah : Bagaimana Ella, apakah Ella tertarik dengan cerita yang disampaikan Ibu tadi?
Ella : Iya Bu.
Bu Diah : Bagian mana yang membuat Ella tertarik?
Ella : Itu Bu, Dinda yang baik sehingga disenangi teman-temannya, teman-teman Dinda pun banyak.
Bu Diah : Dengan tokoh Ratna?
Ella : tidak ah bu, Ratnakan tidak punya teman, egois, maunya menang sendiri, tidak mau mengalah, tidak mau mendengarkan pendapat teman-temannya… ( pelan-pelan suara Ella semakin pelan )
Bu Diah : Kenapa Ella?
Ella : mmmmm… Saya merasa saya Ratna, seperti tokoh dalam cerita yang ibu ceritakan tadi.
Bu Diah : Mengapa kamu merasa demikian?
Ella : mmm…,(Ella termenung sejenak)
Saya mulai dijauhi teman-teman saya Bu. Apa Karena sifat saya yang egois seperti tokoh Ratna bu?
Bu Diah : dengar Ella, setiap orang satu sama lain harus saling memahami dan menghargai. Seperti yang terjadi pada tokoh Ratna pada saat meminta Ririn untuk membantu mengerjakan PR nya, padahal saat itu Ririn sedang menjaga adik bayinya, iya kan? Seharusnya apabila Ratna memahami akan keadaan Ririn yang harus menjaga adiknya, Ratna tidak perlu memaksanya untuk membantu mengerjakan PR nya itu.
Ella : iya Bu.. Apakah seharusnya yang dilakukan seperti tokoh Dinda itu Bu? Dinda tidak jadi meminta bantuan Ririn untuk menemaninya ke pasar untuk membeli gula karena melihat Ririn sedang menjaga adik bayinya itu ya Bu?
Bu Diah : iya, benar sekali Ella. Jadi mulailah Ella untuk memahami teman-teman Ella yang lain. seperti yang dikatakan Ella di awal pembicaraan kita tadi, kalau Nunung tidak mau menemani Ella ke kantin, mungkin saja pada saat Ella mengajaknya Nunung akan mengerjakan tugas, jadi ditanyakan dulu sebaiknya ya?
Ella : O iya Bu, (Ella mulai mengerti)
(Karena melihat Ibu Ella yang sudah menjemput, akhirnya Bu Diah mengakhiri pembicaraannya dengan Ella).
Bu Diah : Ella, sepertinya ibu Ella sudah datang untuk menjemput, jadi pembicaraan kita diakhiri saja ya, besok ibu ingin berbicara dengan Ella lagi ya.
Ella : iya Bu, terima kasih. Ella pamit dulu, assalamualaikum.
Bu Diah : wa’alaikum salam.




KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Pada anak usia sekolah perilaku mau menang sendiri/egois bila sesekali muncul masih dapat dikatakan wajar, tetapi bila dilakukan dalam frekuensi dan intensitas yang tinggi digolongkan pada perilaku bermasalah.
Ciri-ciri perilaku egois mau menang sendiri yang melebihi batas normal/bermasalah terlihat dari perilaku anak yang kurang mampu mengontrol diri/emosi, cenderung agresif, harga diri dan empati kurang berkembang, memiliki sikap penuntut, dan kualitas hubungan sosialnya buruk.
Penyebab perilaku egois biasanya karena perlakuan dan pola asuh orang tua/pengasuh yang tidak tepat (kasih sayang orang tua yang berlebihan atau kurang, sikap orang tua yang permisif, tidak menanamkan disiplin, moral dan tanggung jawab yang diperlukan anak sebagai pengarah dalam berperilaku).
Penanganan yang diperlukan bagi anak yang mau menang sendiri adalah mengajar dan melatihkan perilaku yang diinginkan, yaitu bisa kontrol diri, menunda keinginan, menerima kekecewaan, menumbuhkan empati dan harga diri, dan kata hati. Pemberian kasih sayang, perhatian dan pujian dalam takaran yang cukup dan waktu yang tepat.

B. Saran
Untuk menangani sifat egois pada anak orang tua sebaiknya :
1. Menjadi teladan bagi anak dengan perilaku sehari-hari yang toleran dan peduli dengan sekitar.
2. Memberi penguatan pada anak untuk perubahan perilaku anak, sekalipun sedikit.
3. Menjelaskan alasan mengapa ada anak yang tidak disukai oleh teman-temannya dengan menggunakan bahasa yang sederhana.
4. Menghindari melabel/mencap anak secara negatif.
5. Tidak memanjakan anak dan menuruti segala kemauannya dengan dasar ungkapan sayang.

5 komentar:

  1. awww... awwww...
    makalah saya.. hahay. maksudnya makalah kita...
    :)

    BalasHapus
  2. hehehe.....kan kamu jadi Ella, aku yang jadi Bu Diah..,good job..,
    mari merayakan nilai A- qt...

    BalasHapus
  3. Bagai mana dengan anak berkebutuhan kusus?yg suka di buli temannya?

    BalasHapus
  4. Anak saya klo dirumah rajanya,anaksaya umurnya udah 7 tahun lebih. belum sekolah tidak mau belajar,sangat susah di atur.

    BalasHapus
  5. Tapi klo sama orang lain nurut? Bagaimana cara mengatasinya?

    BalasHapus