Rabu, 06 April 2011

PENDIDIKAN IPS SD

KAJIAN ANAK DIDIK DALAM PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) SEKOLAH DASAR (SD)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengenalan dan pemahaman terhadap sifat-sifat siswa sangat penting bagi guru. Banyak sifat anak didik yang peranannya sebagai anak perlu dipelajari. Pengenalan sifat anak didik secara rinci dan mendalam perlu ditelaah dan tidak boleh diabaikan dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Sifat-sifat penting yang perlu dipertimbangkan dalam proses belajar ialah aktivitas pendidikannya, yang dalam hal ini melibatkan unsur subjek atau pihak-pihak sebagai aktor penting. Dan aktor penting itu ialah subjek penerima di satu pihak dan subjek pemberi di pihak yang lain dalam suatu interaksi pendidikan. Bahkan karena begitu pentingnya kedudukan kedua subjek tersebut dalam aktivitas pendidikan, maka keduanya menjadi unsur dasar yang membentuk aktivitas pendidikan, dalam hal ini bagi pembelajaran IPS SD. Dalam prakteknya, subjek penerima adalah pendidik dengan telaah beberapa sifat anak sebagai landasan dalam penyusunan, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran IPS, wawasan akan semakin luas, sehingga pemahaman tentang IPS akan semakin luas pula.

B. Rumusan Masalah
Dalam penyusunan makalah ini disusun rumusan masalah yang akan dibahas, yaitu:
1. Apa pengertian anak didik?
2. Bagaimana implikasi keragaman pendidikan anak terhadap pengajaran IPS?
3. Bagaimana sifat ingin tahu anak didik terhadap IPS?
4. Bagaimana keaktifan anak didik dalam pengajaran IPS?
5. Apa daya tarik IPS bagi anak didik?
6. Bagaimana perkembangan anak didik terhadap IPS?
7. Bagaimana tingkat kesiapan belajar anak didik dalam pengajaran IPS?

C. Manfaat dan Tujuan
Manfaat dan tujuan yang hendak dicapai dalam penyusunan makalah “Kajian Tentang Anak Didik dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial” ini adalah:
1. Memahami pengertian anak didik
2. Memahami implikasi keragaman pendidikan anak terhadap pengajaran IPS
3. Memahami dampak sifat ingin tahu anak didik terhadap pengajaran IPS
4. Menerapkan keaktifan anak didik dalam pengajaran IPS
5. Menganalisis daya tarik IPS bagi anak didik
6. Memehami implikasi sifat perkembangan dalm pengajaran IPS
7. Memahami tingkat kesiapan anak didik dalam pengjaran IPS
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengartian Anak Didik
Anak didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pendidikan. Sosok anak didik umumnya merupakan ssosok anak yang membutuhkan bantuan orang lain untuk dapat tumbuh dan berkembang ke arah kedewasaan, ia adalah sosok yang selalu mengalami perkembangan sejak lahir sampai meninggal dengan perubahan-perubahan yang terjadi secara wajar (Sutari Imam Barnadib, 1995; dalam buku Ilmu Pendidikan, Dwi siswoyo dkk. 2007). Istilah peserta didik pada pendidikan formal atau sekolah jenjang dasar dan menengah dikenal dengan nama anak didik atau siswa.
Anak didik sangat tergantung dan membutuhkan bantuan dari orang lain yang memiliki kewibawaan dan kedewasaan. Anak didik masih dalam kondisi lemah, kurang berdaya, belum bisa mandiri dan serba kekuramgan dibanding orang dewasa, namun dalam dirinya terdapat potensi bakat-bakat dan disposisi luar biasa yang memungkinkan tumbuh dan berkembang melalui pendidikan. Beberapa hakikat anak didik dan implikasinya terhadap pendidikan, yaitu:
1. Anak didik bukan merupakan miniature orang dewasa, akan tetapi memiliki dunia sendiri.
2. Anak didik adalah manusia yang memiliki diferensiasi periodesasi perkembangan dan pertumbuhan.
3. Anak didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik yang menyangkut kebutuhan jasmani maupun rohani yang harus dipenuhi.
4. Anak didik adalah makhluk Tuhan yang memiliki perbedaan individual.
5. Anak didik terdiri dari dua unsur utama, yaitu jasmani dan rohani.
6. Anak didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis.

B. Implikasi Keragaman Pendidikan Anak Terhadap Pengajaran IPS
Untuk dapat menghadapi bahan belajar dengan baik, siswa dituntut menunjukan adanya perhatian. Perhatian seseorang terhadap sesuatu tampak dari gerak-geriknya. Misalnya hal itu tampak dari bagaimana ia melihat benda yang dihadapinya. Dengan perkataan lain perhatian akan tampak dari cara bagaimana ia “menghadirkan” dirinya terhadap sesuatu. Sebagai contoh apabila seorang guru sedang berdiskusi dengan siswa-siswanya tentang sesuatu masalah diharapkan semua peserta diskusi menghadirkan diri masing-masing untuk memecahkan masalah. Apabila terjadi yang demikian maka kita dapat menyatakan bahwa mereka menaruh perhatian dalam diskusi. Akan tetapi apabila beberapa peserta berbicara dengan temannya tentang hal lain kita katakan mereka tidak memperhatikan terhadap apa yang sedang dihadapi. Parhatian tertuju pada sesuata yang tetentu, tidak bersifat menyebar tak terbatas.
Perhatian menjadi titik awal yang mengarah pada belajar. Perhatian menjadi prasyarat dalam belajar. Dengan adanya perhatian si pelajar akan menghadirkan diri dan mereaksi sedemikian rupa terhadap stimulus. Dengan demikian terjadilah peristiwa belajar, walaupun mungkin tidak disadari sepenuhnya. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan peristiwa berkesinambungan selama kita sadar dan mereaksi terhadap setiap stimulus. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa belajar akan terjadi selama seseorang memperhatikan apa yang dihadapinya.
Perhatian bukanlah belajar, namun dengan belajar akan timbul ketertarikan oleh sesuatu yang dihadapi. Dengan demikian perstiwa belajar diharapkan dapat terjadi. Maka ada penulis yang beranggapan bahwa perhatian dapat dijadikan acuan dalam penyusunan kurikulum. Namun perlu diingat bahwa yang dijadikan acuan bukan perhatian siswa pada masa anak. Sebaliknya, yang dapat dijadikan acuan ialah perhatian yang “baru” diarahkan. Apabila perhatian masa anak-anaknya yang dijadikan acuan berarti mengacu pada perhatian yang masih terbentuk, masih sempit dan masih aneh. Oleh karena itu, perhatian yang menjadi acuan adalah yang sudah mendapat warna dari pengaruh pendidikan di sekolah.
Pada umumnya perhatian anak-anak masih belum dapat bertahan lama. Oleh karena itu guru seyogyanya mampu membangkitkan perhatian siswa. Hal ini mungkin dicapai dengan jalan penngalan waktu di SD tidak terlalu panjang. Disamping itu peristiwa belajar diusahakan cukup bervariasi. Yang lebih penting adalah perlu diusahakan supaya sajian dapat menarik siswa. Guru dituntut bukan hanya berupaya mengarahkan perhatian siswa agar tetep terjaga, melainkan juga tetap mengarahkan perhatian siswa kepada hal-hal pokok. Kenyataannya perhatian siswa SD, terutama kelas rendah hanya dapat bertahan singkat, berarti dalam waktu tertentu perhatian mereka terarah pada banyak hal. Perhatain anak juga mudah beralih. Perhatian mereka tidak mudah terarah pada suatu pokok saja. Akibatnya hanpir sama dengan daya tahan perhatian anak. Hal ini selanjutnya berarti bahwa dalam jangka waktu tertentu anak-anak dapat tetarik pada banyak hal. Dalam waktu tertentu perhatian mereka berpindah-pindah.
Selanjutnya ada sifat anak yang perlu mendapat perhatian kita. Pada umumnya anak-anak tertarik cara kerja benda-benda. Hal ini tidak mengherankan karena umumnya anak tetarik oleh sesuatu yang bergerak. Akibatnya selanjutnya ialah anak ingin mengetahui sebab terjadinya sesuatu. Yang juga berarti mereka ingin tahu bagaimana timbulnya sesuatu, yang membawa anak tertarik kepada sejarah timbulnya sesuatu. Oleh kerena itu dalam batas tertentu mereka tertarik oleh sesuatu yang berjauhan juga. Jauh dalam arti jarak maupun dalm arti waktu, ialah sesuatu yang jauh dan tentang zaman lampau.
Dari gambaran di atas dapat dikatakan bahwa anak hidup dalam dunia yang beragam dan imaginatif. Agaknya sifat IPS yang terpadu dengan pendekatan multi atau interdisipliner dapat mewadahi keragaman perhatian anak. Bahan belajar dalam IPS cukup beragam. Yang mungkin sulit ditangani ialah supaya bahan yang beragam itu dapat lebih “hidup”. Artinya supaya para siswa ditangani untuk mencurahkan perhatian mereka terhadap berbagai segi kehidupan masyarakat secara luas.

C. Sifat Ingin Tahu Anak Didik Terhadap IPS
Sifat keingintahuan anak begitu besar. Keingintahuan paling tidak seiring dengan perhatian. Ditinjau dari segi belajar maka keingintahuan juga merupakan gerak awal menuju belajar. Keingintahuan merupakan dorongan untuk mengeksplorasi dunia sekeliling. Sehubungan dengan itu anak yang rasa ingin tahunya besar biasanya mempunyai pengalaman yang luas, mempunyai kemampuan tinggi dan lebih berhasil dalam menghadapi dunia luar. Tindakan eksploratif memungkinkan si anak mencari terus sampai keingintahuannya terpuaskan. Akan tetapi sifat ingin tahu umumnya tidak bersifat siklis melainkan bersifat spiralis. Artinya pada saat ingin tahu awal terpuaskan maka apa yang dihadapi telah berubah ke arah di atasnya. Hal ini akan memacu keingintahuan berikutnya, dan begitulah seterusnya. Dengan demikian maka sifat ingin tahu akan terus tertantang. Hal semacam ini agaknya lebih menantang pada anak dari pada orang dewasa.
Ditinjau dari anak maka usaha mengeksplorasi sebagai pencerminan keingintahuan akan memberi pengalaman yang memuaskan. Pengalaman seperti itu mungkin akan memacu untuk terus melakukan eksplorasi. Sedangkan apabila hasil eksplorasi itu memberikan pengalaman yang tidak memuaskan hal ini akan menghambat eksplorasi berikutnya. Jadi guru perlu waspada dalam mendorong belajar, khususnya banyak belajar bahan IPS.
Keberhasilan dalam menunaikan eksplorasi mempunyai dampak yang besar dalam kegiatan belajar. Hal ini mencerminkan keberhasilan dalam memenuhi keingintahuan dan mempunyai hubungan positif dengan kepercayaan diri. Kepercayaan diri juga akan memberi pengaruh kepada usaha memenuhi keingintahuan. Yang selanjutnya kepercayaan diri mendorong untuk mencapai hasil belajar yang tinggi. Jadi antara keinginan bereksplorasi dan kehendak mencapai hasil yang tinggi terhadap hubungan.
Karena sifat ingin tahu sangat erat dengan perhatian maka dampak sifat ingin tahu tidak akan jauh dari dampak perhatian. Perhatian dan sifat imajinatif mendoring seseorang untuk lebih tahu. Gejala-gejala kehidupan dalam masyarakat begitu kompleks. Banyak peristiwa dalam masyarakat yang sebab musababnya bersifat berangkai. Hal-hal tersebut dapat mendorong para siswa untuk menyusun hipotesis tentang kejadian sebenarnya atau sebab-sebab timbulnya. Para siswa didorong untuk mencari berbagai kemungkinan asal-usul atau sebab-musabab timbulnya sesuatu. Hal ini dapat dipergunakan dalam pengajaran IPS yang sering menghadapi hal-hal yang sifatnya tentativ.
D. Keaktifan Anak Dalam Pembelajaran IPS
Sifat anak yang paling menonjol ialah gerak perbuatannya tampaknya gerak perbuatan bagi anak merupakan penyaluran tenaga yang tersimpan dalam dirinya. Anak SD mempunyai kecenderungan banyak bergerak. Anak kelas rendah lebih banyak bergerak dari kelas di atasnya. Walapun demikian, anak kelas enampun masih sangat menyukai gerak. Pada dasarnya anak perlu mendapat kesempatan untuk melepaskan tenaganya, jadi memerlukan kesempatan untuk bergerk sebaik-baiknya.
Supaya gerak yang merupakan kebutuhan bagi anak mencapai hasil sesuatu denagn yang dikehendaki perlu direncanakan dengan baik. Pada setiap kesempatan yang menuntut adanya gerak perlu diatur sedemikian rupa supaya anak memperoleh kesempatan untuk bergerak. Akan tetapi perlu disadarai bahwa yang termasuk aktif bukan hanya bersifat fisik semata. Gerak fisik hanya merupakan salah satu pertanda adanya keaktifan. Hal yang tidak kurang pentingnya ialah keaktifan pemikiran, untuk belajar justru keaktifan pemikiran inilah yang sangat penting.
Mengacu pada uraian di atas maka titik berat keaktifan adalah dalam arti mengalami. Sesuai dengan itu maka ada penulisan yang menyatakan bahwa istilah aktivitas dan pengalaman sering dianggap serupa. Menurut mereka pengalaman lebih mendalam sifatnya dari aktvfitas. Karena aktivitas terutama mencerminkan agak luar. Sebagai contoh dapat dikemukakan seseorang siswa yang sedang membaca dengan suara keras tetapi tidak memahami isi bacaannya. Dalam hal ini ia tidak akan menghayati isi bacaan tersebut. Sebaliknya anak lain yang membaca dengan seksama dia mungkin menghayati isi bacaan tersebut. Dari luar ia tampak kurang aktif karena hanya menatap bacaan dengan tenang. Padahal mungkin ia sedang meresapkan makna yang dibacanya. Dalam peristiwa ini maka pengalaman terjadi, walaupun tidak banyak disertai dengan gerak. Peristiwa ini pun menampilkan keaktifan mental atau pikiran.
Dari uraian di atas tampak bahwa pengalaman (atau keaktifan) mempunyai manfaat yang besar dalam belajar. Manfaat selanjutnya juga pengalaman merupakan kesiapan dalam praktek kehidupan yang sebenarnya. Walaupun demikian upaya pemberian pengalaman kepada siswa perlu dilakukan secara berhati-hati. Pengalaman yang memberikan hasil yang negativ akan berdampak kurang baik bagi siswa. Siswa akan mengalami kekecewaan yang mungkin akan berpengaruh lama. Sedangkan pengalaman yang memberikan hasil yang memuaskan akan berdampak positif bagi siswa dalam belajarnya. Olah karena itu, seperti telah disinggung di atas, dalam penyediaan keaktifan bagi siswa perlu perencanaan yang baik dan hati-hati.
Melaksanakan keaktifan dalam pengajaran IPS misalnya dapat dicapai dengan memproduksi barang-barang hasil karya suku bangsa atau bangsa. Karya yang diproduksi adalah yang khas untuk suku bangsa atau bangsa yang bersangkutan. Mungkin juga mengadakan korespondensi dengan berbagai tempat yang bersangkutan patut dangan bahan ajar. Kegiatan lain misalnya turut serta dalam kegiatan kerja bakti di lingkungan sekitar sekolah.
Pembuat peta wilayah yang sedang dibahas juga termasuk dalam kegiatan yang bersifat aktif dalm arti secara fisik. Menyelesaikan tugas dengan membaca langsung bahan yang aktual, mengamati, dalam batas tertentu bereksperimen dapat menjadi wahana keaktifan. Kegiatan diskusi untuk memecahkan suatu masalah juga merupakan sarana pengembangan aktivitas. Bahkan telah tertulis dari uraian di atas bahwa berfikir kontemplatif pun merupakn suatu bentuk aktivitas yang tidak kurang pentingnya.
Berikut ini dikemukakan beberapa criteria yang perlu di pertimbangkan oleh guru untuk memberikan aktivitas dan pengalan yang baik kepada para siswa:
1. Kegiatan yang disiapkan member kemungkinan bagi pengembangan bahan belajar yang sedang ditangani. Misalnya bahan yang hendak dikembangkan konsep “kegotongroyongan”. Pengalaman yang perlu dipersiapkan adalah melibatkan para siswa dalam kerja bakti di lingkungan sekitar sekolah. Jika kegiatan ini dapat memperdalam pemahaman siswa tentang konsep “kegotongroyongan” maka keaktifan tersebut perlu dikembangkan.
2. Kegiatan yang perlu dilakukan dapat memperdalam pemahaman dan pembentukan konsep yang terdapat dalam bahan belajar.
3. Keaktifan yang dipersiapkan dapat mendorong siswa berfikir kritis.
4. Kegiatan merupakan representasi ide yang hendak dikembangkan. Pengalaman atau kegiatan itu tersendiri benar-benar otentik atau sangat menyerupai keadaan yang sebenarnya.
5. Keaktifan tersebut sesuai dengan tingkat pemahaman dan tingkat kematangan anak.
6. Dalam pengajaran IPS keaktifan atau pengalaman yang baik ialah yang didasarkan kepada hal-hal yang telah dipahami dan berlanjut ke kegiatan nerikutnya. Dengan perkataan lain kegiatan tersebut menjadi semacam perantara kearah pengalaman yang lebih mendalam. Kegiatan tersebut bertolak dari sesuatu hal yang nyata.
7. Aktivitas yang diprogramkan perlu diberi bahan belajar yang beragam, agar dapat memperdalam pemahaman anak.
8. Pengalaman yang dirancang tersebut dapat dilaksanakn dengan baik oleh anak-anak.

E. Daya Tarik IPS Bagi Anak Didik
Sering terdengar pengajaran IPS merupakan mata pelajaran yang kurang popular di kalangan anak-anak. Kekurangpopuleran ini lebih dari sekedar adanya anggapan umum yang sering mempertentangkan antara ilmu eksakta dan ilmu non eksakta. Ada pihak yang beranggapan bahwa ilmu eksakta lebih menantang dan lebih banyak dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Preston dan Herman (1981, dalm buku Pendidikan IPS SD 3, 1991) menyatakan bahwa sejak dahulu memang IPS kurang popular di kalangan siswa. Hal itu diungkapkan pula oleh Welton dan Mallan (1981, dalam buku Pendidikan IPS SD 3, 1991) bahkan menyatakan bahwa IPS bukan hanya kurang popular tetapi juga sering salah tafsir dan dikacaukan dengan ilmu-ilmu sosial.
Apabila kita melihat bahan yang terkandung dalam pengajaran IPS seharusnya IPS itu dapat menantang dan menarik. Seperti telah diungkapkan bahwa IPS membahas manusia dan tempat-tampat di dunia. Dalam pengajaran IPS dijumpai informasi yang tidak terhingga tentang pengalaman umat manusia. Pengalaman umat manusia sejak zaman dahulu dan dari berbagai bagian dunia dapat disimak dalam IPS. Berikut ini akan dibahas mengapa IPS kurang menarik bagi anak-anak.
Pertama, kebanyakan orang tua mementingkan baca, tulis, hitung. Pada umumnya orang tua sangat memperhatikan ketiga mata pelajaran te rsebut. Seringkali orang tidak terlalu mengkhawatirkan pengajaran IPS yang seringkali digolongkan pelajaran lunak. Rasa khawatir kepada pelajaran non-IPS mungkin dapat pula mempengaruhi sikap anak-anak.
Kedua, pada sisi lain anak-anak lebih menyukai atau memperhatikan baca–tulis–hitung. Bahan belajar dari ketiga mata pelajaran tersebut lebih pasti dan tegas. Dalam berhitung anak-anak dapat mengetahui apakah pekerjaannya benar atau salah secara tegas. Demikian pula dalam membaca atau meneliti ejaan dapat dibedakan secara tegas apakah anak-anak melaksanakan dengan tepat atau tidak.
Ketiga, sebaliknya dari dalam mata pelajaran IPS banyak konsep yang abstrak misalnya, konsep tantang “tanggungjawab”, “kemajuan” dan sejenisnya terkandung ciri-ciri yang tidak mudah dibatasi. Sebaliknya pengajaran IPA para siswa mungkin membahas tentang kupu-kupu, bunga dan sejenisnya adalah makhluk hidup yang jelas tampak. Ciri dari makhluk hidup tersebut begitu jelas, konkret dan dapat ditunjukan dengan tegas. Bahkan kalau dibandingkan dengan pengajaran bahasa dan sastra anak-anak dihadapkan pada ceritera yang mempunyai alur atau plot yang jelas. Dalam pengajaran IPS mereka mungkin merasakan bahan yang diuraikan seperti uraian ensiklopedia mini.
Keempat, bahan belajar yang adakalanya dirasakan oleh anak sudah diketahuinya dengan baik, karena merupakan kejadian sehari-hari. Misalnya bagaimana peranan polisi lalu lintas, untuk anak-anak di kota bikan hal baru. Akan tetapi dalam IPS diuraikan panjang lebar.
Kelima, dalam IPS justru terdapat bahan yang sebaliknya dengan yang diungkapkan di atas. Yang dibahas IPS benar-benar bahan baru tetapi tidak searah dengan persepsi anak. Misalnya dijelaskan bahwa Inggris adalah kerajaan, berbeda dengan Amerika yang merupakan Republik Serikat. Mungkin anak bertanya dalam hatinya untuk apa mempelajari hal itu.
Keenam, bahan belajar IPS yang mengungkapkan masalah kontroversial ditinggalkan karena menganggap bahwa anak belum cukup matang. Pertimbangan ini cukup beralasan, tetapi dengan demikian pembahasan tidak menyentuh masalah yang sebenarnya. Mungkin saja mereka menganggap bahwa bahan belajar dalam pengajaran IPS sangat superficial, tidak sesuai dengan yang sebenarnya dan dibuat-buat.
IPS sebenarnya bukan merupakan bahan belajar yang membosankan. Oleh karena itu yang penting kita dapat membedakan bahan belajar tersebut disukai atau dipedulikan. Mungkin saja kita tidak menyukai berhitung. Akan tetapi kita tidak dapat mengingkari bahwa berhitung merupakan kajian yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu apabila anak tidak dapat berhitung dengan baik orangtuanya akan berusaha supaya anak tersebut berlatih lebih keras. Anak sendiri tampaknya seperti terpangggil untuk belajar berhitung lebih giat lagi. Inilah agaknya yang memperbesar perhatian atau kepedulian anak kepada berhitung khususnya, atau baca – tulis – hitung umumnya. Untuk IPS kepedulian seperti itu belum terasa.
Dari uraian di atas tampak bahwa IPS tidak dipedulikan oleh siswa umumnya. Akan tetapi apabila bahan belajar disajikan dalam bentuk baru maka IPS itu dapat menarik siswa umumnya. Oleh karena itu untuk menanggulangi kekeurangan kepedulian siswa terhadap IPS dianjurkan guru dapat memperlihatkan semangat yang tinggi. Walaupun bukan jaminan penuh bahwa semangat guru dapat memencarkan semangat belajar siswa tetapi paling tidak tampak bahwa semangat guru mempunyai hubungan positif dengan semangat siswa. Jelasnya memang semangat guru dapat membangkitkan semangat siswa akan tetapi belum memadai sebagai jaminan pembangkit semangat. Sebagai faktor utama pembangkit semangat siswa dalam belajar IPS harus tumbuh dari siswa sendiri.
Oleh karena itu sebagai salah satu cara lain untuk membangkitkan semangat belajar dalam IPS ialah sebaiknya keterlibatan anak perlu diatur seefektif mungkin. Keaktifan siswa seperti ancang-ancang mendorong semangat belajar IPS. Dengan demikian semangat untuk belajar IPS datang dari siswa dan kemudian ditopang oleh semangat guru. Apabila keduanya berjalan terpadu diharapkan pengajaran IPS yang kurag populer akan dipedulikan juga oleh siswa.
F. Implikasi Perkembangan Anak Terhadap IPS
Walaupun teori perkembangan Piaget dikembangkan berdasarkan hasil pengamatannya pada anak-anak di Barat, tetapi sebagai acuan dapat juga dipertimbangkan. Menurut Piaget, tingkat perkembangan kognitif anak melalui empat tahap. Anak usia sekitar 7 tahunan sampai 11 tahunan tergolong ke dalam masa operasi konkret. Jadi tingkat inilah yang terpenting ditelaah. Di bawah ini dicantumkan keempat tingkat perkembangan anak dan cirri-ciri umumnya.
1. Sensorimotor ( sampai umur 2 tahun ).
Anak-anak mempelajari seperti apa benda-benda melalui alat inderanya (rabaan, perasaan, pengecap, penciuman dan pendengaran ).
2. Preoperasional ( 2 – 7 tahun ).
Pada tingkat ini anak secara berangsur dapat memikirkan lebih dari satu benda dalam waktu yang bersamaan. Mereka mulai menguasai lambang-lambang yang memungkinkan manipulasi secara mental. Akan tetapi penalaran masih sangat dipengaruhi oleh persepsi. Pemakaian bahasa masih egosentrik, kata-kata mempunyai makna yang khas. Karena itu kemampuan mereka untuk memandang pendapat orang lain terbatasi.
3. Operasi konkret (7 – 11 tahun ).
Anak-anak telah mampu memikirkan lebih dari satu benda pada saat bersamaan dan dapat memahami bahwa benda yang berbeda bentuknya mempunyai volume sama. Juga anak mampu mengembalikan bentuk bulat menjadi bentuk asal, misalnya bulat panjang.akan tetapi pemikirannya masih terbatas mengenai benda yang konkret, dan akan kesulitan apabila menggenerasikan lebih dari satu.
4. Operas formal (11 tahun ke atas ).
Anak-anak telah mampu memandang benda yang hipotetis, benda yang sebenarnya tidak ada tetapi merupakan abstraksi mental. Anak-anak bertambah kemampuannya untuk berfikir secara proporsional dan membentuk hipotesis.
Anak usia Sekolah Dasar berkisar antara 6 sampai 12 tahun. Dengan demikian sebagian besar anak-anak tersebut tergolong ke dalam tingkat operasi konkret. Di kelas 1 masih pada tahap preoperasional. Sedangkan anak kelas 5 sudah mulai mencapai tingkatan operasi formal. Oleh karena IPS diikuti sejak kelas 3 sampai kelas 6 maka dapat disimpulkan bahwa pada umumnya anak-anak yang mengikuti pembelajaran IPS telah mencapai operasi formal.
Yang perlu dicatat ialah setiap anak pasti melalui tahap-tahap perkembangan kognitif. Jadi dalam merancang embelajaran IPS, guru perlu memperhatikan hal tersebut. Apa yang telah diuraikan di atas seyogyanya menjadi dasar pertimbangan dalam:
 Pemilihan isi bahan belajar mulai dari fakta, konsep, generalisasai dan teori sampai pada kedalaman dan keluasan yang cocok untuk anak.
 Tata urutan bahan belajar yang ditata berdasarkan perkebangan kemapuan anak.
 Strategi pembelajaran.


G. Tingkat Kesiapan Belajar Anak Didik dalam Pembelajaran IPS
Sifat-sifat anak yang telah diuraikan terdahulu akan bermuara pada kesiapan belajar. Yang merupakan suatu gambaran keseluruhan secara utuh. Artinya dalam kesiapan ini yang siap adalah siswa. Bukan hanya kesiapan berpikir atau kesiapan afektif saja, akan tetapi merupakan kesiapan seutuhnya. Menurut Connel dkk tingkat kesiapan belajar dapat dibagi menjadi dua yaitu, kesiapan kognitif dan kesiapan afektif ( Connel, et al.1968; dalam buku Djodjo Suradisastra. Pendidikan IPS 3. 1991 ).
Kesiapan kognitif bertalian dengan hal-hal tentang pengetahuan, berfikir, dan penalaran. Kesiapan kognitif dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, bergantung pada kematangan intelektual. Selanjutnya ialah latar belakang pengalaman dan tingkat pencapaian. Ketiga, struktur pengetahuan yang telah dimiliki. Keempat, penyajian bahan belajar yang baru.
Connel dkk menyatakan bahwa banyak guru dan petugas bimbingan yang menganggap anak yang mempunyai kemampuan intelektual tinggi tetapi kurang berhasil dalam belajar adalah karena kurang siap secara afektif. Mereka kurang termotivasi untuk belajar. Motivasi untuk berprestasi pada mereka kurang tinggi.
Walaupun yang mempengaruhi keberhasilan belajar adalah tingkat kesiapan secara keseluruhan umun yang sering ditnjolkan adalah kesiapan kognitif. Oleh karena itu Bruner menganggap bahwa kesiapan sesuai dangan perkembangan intelektual anak. Dapat juga diartikan sebagai cara bagaimana anak memandang dunia realistis. Bagi Bruner kesiapan merupakan peristiwa aktif yang mempengaruhi lingkungan belajar. Kesiapan bukanlah peristiwa yang ditunggu kedatangannya. Kesiapan tidak bersifat pasif.
Berdasarkan pada anggapan tersebut Bruner mengungkapkan bahwa dalam belajar kita menghadapi tiga presentasi tentang dunia realitas: enaktif (enactive), ikonik (iconic), dan simbolik (symboli). Perwujudan enaktif bersifat manipulativ, harus ditangani. Perwujudan enaktif merupakan pengalaman langsung. Perwujudan ikonik merupakan pengalaman yang didasarkan pada media, visual dan pada imaginasi internal. Perwujudan simbolik dadasarkan pada yang abstrak, relativ dan fleksibel.
Menurut Bruner kesiapan bergantung pada paduan dari tiga bentuk perwujudan di atas, bukan suatu penungguan. Kesiapan merupakan peristiwa yang timbul dari lingkungan belajar yamg kaya dan bermakna dihadapkan pada guru yang mendorong siswa dalam belajar sebagai peristiwa yang menggugah.
Kesiapan untuk membaca sudah tersedia bahan tesnya. Sedangkan tes khusus untuk mengetahui kesiapan dalam pengajaran IPS tidak ada (Preston dan Herman, 1981; dalam buku Djodjo Suradisastra. Pendidikan IPS 3. 1991). Oleh karena itu tingkat kesiapan dalam pengajaran IPS lebih banyak bersifat dugaan. Walaupun demikian kita dapat menerima pendapat Bruner yang menyatakan bahwa setiap bahan belajar dapat disajikan kapada anak pada tingkatan perkembangan manapun. Hal ini perlu ditafsirkan bahwa sajian tersebut bukanlah mengenai seutuhnya keseluruhan teori yang rumit.
Seperti telah diungkapkan di atas bahwa dalam pengajaran IPS terdapat konsep “jauh” dari pengalaman siswa. Juga terdapat konsep abstrak. Dalam hal ini maka dengan melihat adanya tingkat kesiapan yang berbeda kita dituntut untuk lebih berhati-hati. Giru dituntut untuk berfikir lebih jauh, bahkan belajar ditata secara bertahap berkesinambungan. Dengan meningkatnya kecanggihan sarana komunikasi elektronik, misalnya internet, akses informasi dari seluruh penjuru dunia lebih cepat dan mudah.
Hal-hal ini walaupun terbatas juga akan mempercepat perluasan anak-anak. Dengan melihat hal ini pada masa sekarang lingkungan anak menjadi semakin luas. Dengan demikian penginerpretasian “lingkungan meluas” tidak bersifat terlalu kaku. Cukup disayangkan bahwa bahan belajar IPS kurang populer di kalangan anak. Kekurangpopuleran ini bertambah karena anak tampaknya kurang peduli terhadap IPS. Oleh karena itu dalam pembelajaran IPS perlu diamati kapan kesiapan anak belajar dapat dirangsang. Hal ini perlu dilakukan karena kesiapan merupakan paduan antara lingkungan belajar dan suasana belajar. Di dalam lingkungan belajar yang menantang seperti itulah anak dibawah dorongan guru siap belajar. Siswa yang belajar IPS terdiri dari anak-anak yang beraneka umur dan perkembangannya.
Pentingnya hal-hal yang dibahas di atas ialah menjadikan guru lebih awas dan waspada. Guru tidak dapat begitu saja beranggapan bahwa anak telah siap untuk belajar. Guru pun tidak dapat bernggapan bahwa karena bahan belajar yang dapat dikembangkan dalam pengajarn IPS cukup beragam, maka IPS akan menarik minat anak. Pendeknya, dengan memahami beberapa sifat anak yang belajar dan sifat pengajaran IPS maka guru mempunyai bekal yang memadai dalam menyiapkan pengaraha IPS. Dengan demikian diharapkan kekeliruan dalam pembelajaran IPS dapat diperkecil.


BAB III
PENUTUP

Anak didik sebagai salah satu komponen pendidikan di dalamnya merupakan satu faktor terpenting dalam terlaksananya proses pendidikan. Selain sebagai objek manusia juga sebagai subjek dalam pendidikan, sehingga kedudukannya dalam proses pendidikan menempati posisi urgen sebagai syarat terjadinya proses pendidikan.
Manusia bukan merupakan produk dari nenek moyangnya, akan tetapi lingkungan sosial, lingkungan alam dan adat istiadat akan membentuknya. Karena itu lingkungan sosial merupakan pemegang tanggungjawag sekaligus memberikan corak perilaku seorang manusia. Hal ini memberikan arti, bahwa pendidikan menempati posisi sentral dalam rangka membentuk manusia ideal yang diinginkan. Pendidikan sebagai suatu upaya dalam membentuk manusia ideal, mencoba mengajarkan dan mengajak manusia untuk berfikir agar menjadi tahu. Seperti halnya anak didik yang selalu diasah potesinya agar berkembang secara optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Djodjo Suradisastra, dkk. 1991. Pendidikan IPS 3. Jakarta: Depdikbud.
Dwi Siswoyo, dkk. 2007. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar