Kodrat seorang wanita ada 4, yaitu haid, hamil, melahirkan dan menyusui. Jadi salah banget kalau ada yang mengatakan kodrat wanita itu kasur, dapur, sumur, SALAH BESAR!!!!
Secara fitrahnya, dengan keempat kodrat itu, wanita diberi amanah untuk mendidik, maka akan kusempurnakan fitrahku dengan menjadi seorang pendidik (asik…asik….). Bebicara soal pendidik pasti ada orang yang dididik, siapa itu? Ya, anak didik kita, anak bagi orang tua mapupun murid bagi seorang guru. Menilik soal anak didik, aku mempunyai pengalaman berkesan yang dialami anak didikku di sebuah SD Negeri tempat aku melangsungkan praktek pengalaman lapangan (PPL).
Awal mula pertemuanku dengan si murid, sebut saja dia Beben, bukan nama sebenarnya (bukannya sok merahasiakan, tapi dalam azaz bimbingan ada yang namanya azaz kerahasiaan) ketika Beben duduk di bangku kelas empat. Waktu itu aku memeberi pelajaran IPA materi kelestarian lingkungan, Beben duduk di bangku paling depan, saat pembelajaran berlangsung dia adalah murid yang aktif, tapi aku melihat keaktifannya bukan karena dia menguasai materi, tapi sepemahaman aku dia aktif karena ingin mencari perhatianku. Cukup sulit bagiku untuk mengajar di kelas tinggi (kelas 4,5,6), dengan pola pertumbuhan dan perkembangan murid kelas tinggi, mereka masih kurang menghargaiku sebagai gurunya, melainkan menganggapku orang yang lebih tua darinya, jadi biasanya murid kelas tinggi memanggilku dengan sebutan “Bu Guru” hanya ketika proses belajar mengajar di kelas, selebihnya mereka memanggilku Kakak atau Mbak. Tidak masalah bagiku, selagi mereka masih menghormatiku sebagai orang yang lebih tua dari mereka.
Oke kembali pada masalah Beben, saat pembelajaran dia sangat aktif, ketika aku lontarkan berbagai pertanyaan, dia selalu menjawab pertanyaanku. Karena hari itu adalah awal pertemuanku dengannya aku mencoba menanyakan namanya.
“mas yang duduk di bangku paling depan, siapa namanya Mas?”
“nama aku Rio Haryanto” (bercanda)
“yang bener dong mas, dari pada Rio Haryanto, boleh Ibu panggil Valentino Rossi saja?” (balik bercanda)
“jangan Bu, panggil saja Ganteng”
“ganteng? Baiklah Ibu panggil kamu Si ganteng” (sial banget, dikerjain sama anak kecil)
Itu hal-hal kecil awal mula dia mencari perhatianku. Sampai akhirnya dia naik kelas 5 banyak tingkah polah dia yang ditunjukkannya hanya untuk mencari perhatianku, bahkan mulai berani menanyakan no HP, menanyakan alamat E-mail, alamat facebook (fb), twitter, namun tidak satupun permintaannya aku berikan, akan tetapi dia berhasil menemukan alamat Fb’ku, bukan masalah besar bagiku, jadi langsung saja aku confirm. Karena banyak pertanyaan di kepalaku mangenai Beben, maka aku bertanya pada salah satu guru senior yang pernah menjadi wali kelasnya, dan jeng…jeng…jeng……, Beben hanya tinggal bersama pembantu rumah tangganya saja, ayahnya seorang dosen di Singapura, ibunya sebagai ibu rumah tangga biasa, namun praktis lebih sering tinggal di Singapura, Beben lahir sebagai bayi yang premature, di usia 7 bulan kandungan dia dilahirkan (namun aku belum menemui kaitan premature dengan anak yang selalu mencari perhatian orang). Dengan latar belakang dia, kini aku tahu kenapa dia selalu mencari perhatianku, karena di lingkungan rumah yang seharusnya ia mendapatkan perhatian dari kedua orang tuanya, namun ia tidak mendapatkan itu (setelah mengetahuinya jadi kasihan ya…?). Beben memang lain dari murid yang lain, ketika aku dating dipagi hari, kebanyakan murid mau berjabat tangan langsung, bahkan aku belum turun dari sepeda motorpun murid-murid kebanyakan sudah antri minta jabat tangan (berasa jadi guru banget deh pokoknya….), namun lain dengan Beben, dia lebih senang menyambutku di meja kerjaku, jadi kalau aku masuk ruangan, biasanya dia sudah siap menyambutku. Banyak hal yang aku lihat dari tingkah polahnya itu, belum sewajarnya dilakukan oleh seorang murid SD kelas 5, setelah aku analisis (analisis sok tahu dan dengan modal beberapa mata kuliah yang pernah aku ambil yaitu, 2 SKS psikologi umum, 2 SKS psikologi pendidikan, dan 2 SKS bimbingan & konseling) aku rasa perkembangan dia itu melampaui apa yang seharusnya terjadi pada anak seusianya, atau bahasa sederhananya dewasa sebelum waktunya. Di jaman yang serba berteknologi seperti sekarang ini, memang bukan hal yang tabu lagi, tapi yang jadi masalah apabila si anak tidak mendapatkan informasi yang relevan dari apa yang dia dapat, dan informasi itulah yang seharusnya didapatkan dari orang tuanya. Pernah terjadi karena kecerobohanku, saat istirahat aku meninggalkan laptopku di ruang kelas, saat itu Beben membuka file-file di laptop dan berhasil menemukan koleksi film yang kupunya, dia mengatakan mau mengcopy filenya, karena kebetulan kebanyakan film yang kupunya adalah film luar, jadi aku tidak memberikannya dan jawaban yang aku dapatkan darinya adalah “aku sudah terbiasa melihat film yang seperti itu”. Mungkin ini salah satu contoh sebab kenapa dia berkembang menjadi anak yang “lebih dewasa” dibandingkan dengan teman-teman seusianya. Ini diluar kekuasaanku, karena memungkinkan bagiku menjadi seorang pembimbing namun tidak memungkinkan bagiku menjadi seorang konselor.
Lain certinya lagi dengan muridku yang masih duduk di bangku kelas 3, di dalam kelas dia senang membuat kegaduhan, selalu mengganggu teman-temannya, saat pelajaran dia tidak memperhatikan sama sekali, dan ketika aku memberi teguran diapun tidak menghiraukanyya, bahkan saat aku memarahinya dia berani menatap mataku (ketika dimarahi orang tuaku saja aku tidak berani menatap matanya…. Anak ini benar-benar keterlaluan). Setelah aku mencari tahu, ternyata bapaknya anak ini adalah seorang preman, jadi memang si anak sudah terbiasa dengan hal-hal yang berbau kekerasan, sehinggan dia tumbuh dan berkembang menjadi anak yang memiliki karakter “keras”.
Dari sini aku sebagai seorang perempuan, sebagai seorang calon guru, dan terkhusus sebagai calon orang tua bagi anak-anakku dapat mengambil pelajaran yang berharga bahwa hak seorang anak harus dipenuhi, meski itu hal yang kecil sekalipun, namun jangan menjadi orang tua yang terobsesi terhadap anaknya juga, karena anak adalah individu yang unik, anak bukan miniature orang dewasa, namun anak memiliki karakteristiknya masing-masing. Ada pendapat dari Dorothy Law Nolte (1924 – 2005) yang mengatakan:
Jika anak-anak hidup dengan kritikan, mereka belajar untuk mengutuk.
Jika anak-anak hidup dengan permusuhan, mereka belajar untuk melawan.
Jika anak-anak hidup dengan rasa takut, mereka belajar untuk menjadi memprihatinkan.
Jika anak-anak hidup dengan belas kasihan, mereka belajar untuk merasa menyesal sendiri.
Jika anak-anak hidup dengan olokan, mereka belajar untuk merasa malu.
Jika anak-anak hidup dengan kecemburuan, mereka belajar untuk merasa iri hati.
Jika anak-anak hidup dengan rasa malu, mereka belajar untuk merasa bersalah.
Jika anak-anak hidup dengan semangat, mereka belajar percaya diri.
Jika anak-anak hidup dengan toleransi, mereka belajar kesabaran.
Jika anak-anak hidup dengan pujian, mereka belajar apresiasi.
Jika anak-anak hidup dengan penerimaan, mereka belajar untuk cinta.
Jika anak-anak hidup dengan persetujuan, mereka belajar seperti itu sendiri.
Jika anak-anak hidup dengan pengakuan, mereka belajar bagus untuk memiliki tujuan.
Jika anak-anak hidup dengan berbagi, mereka belajar kedermawanan.
Jika anak-anak hidup dengan kejujuran, mereka belajar sebenarnya.
Jika anak-anak hidup dengan keadilan, mereka belajar keadilan.
Jika anak-anak hidup dengan baik-baik, mereka belajar menghargai.
Jika anak-anak hidup dengan keamanan, mereka belajar untuk memiliki iman dalam diri mereka sendiri dan orang-orang di sekitar mereka.
Jika anak-anak hidup dengan keramahan, mereka belajar di dunia adalah tempat yang bagus untuk hidup.
Yakinlah apabila anak yang kita didik berhasil, dengan hal apa aku harus mengungkapkannya, aku juga tidak tahu, tapi yang jelas itu akan sangat membahagiakan, mungkin untuk menceritakan kebahagiaan ketika aku bertemu dengan Yongki Aribowo, Kim Kuriawan, dan pemain Timnas U-23 lainnya aku masih bisa mengungkapkannya kepada orang lain, namun tidak untuk hal yang berkaitan dengan anak didik (cerita bertemunya aku dan pemain Timnas U-23 klik di sini). Super sekali dengan apa yang dikemukakan Om Dorothy di atas, semoga dapat menjadi modal awal kita sebagai calon orang tua.
Mari kita belajar mempersiapkan semua itu.
Harrah's Reno, NV Casinos - Mapyro
BalasHapusHarrah's 천안 출장안마 Reno, NV Casinos · Days Inn Casino- 김해 출장안마 Spa: 10.5/10 · Days 경주 출장마사지 Inn & Suites by Wyndham Reno, NV 89101 · 거제 출장안마 Days Inn by Wyndham 진주 출장샵 Reno, NV 89101.