PROPOSISI
Logika mempelajari cara bernalar yang benar dan kita tidak bisa melaksanakannya tanpa memliki dahulu pengetahuan yang menjadi premisnya. Bila kita bandingkan dengan sebuah bangunan, premis itu adalah batu, pasir, dan semennya. Sedangkan proses penalaran itu dapat kita samakan dengan bagan atau arsitekturnya.
Proposisi adalah pernyataan dalam bentuk kalimat yang dapat dinilai benar salahnya. Contohnya sebagai berikut.
Hasan adalah manusia penyabar.
Besi bila dipanaskan memuai.
Agus Salim adalah diplomat.
Semua gajah tidak punah di tahun 1984.
Shakespeare bukan pemimpin militer.
Besi tidak lebih ringan daripada air tawar.
Proposisi merupakan unit terkecil dari pemikiran yang mengandung maksud sempurna. Jika kita menganalisis suatu pemikiran, misalnya suatu buku, kita akan mendapati kesatuan pemikiran dalam buku itu, kemudian lebih khusus lagi dalam bab-babnya, kemudian pada paragraph dan akhirnya pada unit yang tidak bisa dibagi lagi yakni menjadi kata-kata, tetapi kata-kata hanya menghadirkan pengertian sesuatu, bukan maksud atau pemikiran sesuatu.
Semua pernyataan pikiran yang mengungkapkan keinginan dan kehendak tidak dapat dinilai benar dan salahnya bukanlah proposisi, contohnya sebagai berikut.
Semoga Tuhan selalu melindungimu.
Ambilkan aku segelas air.
Alangkah cantiknya gadis itu.
Saudara sekalian yang terhotmat.
Hai kau anak bodoh.
Wahai purnama bersinarlah selalu.
Menurut Emanuel Kant, 1960 (dalam H Mundiri, 1994:55) dalam logika dikenal adanya dua macam proposisi, yakni proposisis analitik dan proposisi sintetik.
1. Proposisi analitik
Adalah proposisi yang predikatnya mempunyai pengertian yang sudah terkandung pada subyeknya.
Mangga adalah buah-buahan.
Sapi adalah hewan.
Ayah adalah orang laki-laki.
Kata “sapi” pada contoh “sapi adalah hewan” pengertiannya sudah terkandung pada subyek “sapi”. Jadi predikat pada proposisi analitik tidak mendatangkan pengetahuan baru. Untuk menilai benar tidaknya proposisi serupa kita lihat ada tidaknya pertentangan dalam pernyataan itu. Proposisi analitik disebut juga proposisi a priori.
2. Propossisi sintetik
Adalah proposisi yang predikatnya mempunyai pengertian yang bukan menjadi keharusan bagi subyeknya.
Papaya ini manis.
Gadis itu gendut.
Kata “manis” pada proposisi “Pepaya ini manis” pengertiannya belum terkandung pada subyeknya, yaitu “papaya”. Jadi kata “manis” merupakan pengetahuan baru yang didapat melalui pengalaman. Proposisi sintetik adalah lukisan dari kenyataan empirik maka untuk menguji benar salahnya diukur berdasarkan sesuai tidaknya dengan kenyataan empiriknya. Proposisi disebut juga dengan proposisi a posteriori.
Proposisi menurut bentuknya ada tiga macam, diantaranya sebagai berikut.
1. Proposisi Kategorik
Proposisi kategorik adalah proposisi yang mengandung pernyataan tanpa adanya syarat. Contohnya sebagai berikut.
Hasan sedang sakit.
Anak-anak yang tinggal di asrama adalah mahasiswa.
Orang rajin akan mendapatkan sesuatu yang lebih dari yang mereka harapkan.
Proposisi kategorik yang paling sederhana terdiri dari satu term subyek, satu term predikat, satu kopula, dan satu quantifier.
Subyek adalah term yang menjadi pokok pembicaraan.
Predikat adalah term yang menerangkan subyek.
Kopula adalah kata ynag menyatakan hubungan antara ter, subyek dan term predikat.
Quantifier adalah kata yang menunjukkan banyaknya satuan yang diikat oleh term subyek.
Untuk lebih jelas perhatikan contoh berikut.
1 = quantifier; 2 = term subyek; 3 = kopula; 4 = term predikat
Quantifier adakalanya menunjuk pada permasalahan universal, seperti kata: seluruh, semua, segenap, setiap, tidak satu pun; adakalanya menunjuk pada permasalahan partikular, seperti: sebagian, kebanyakan, beberapa, tidak semua, hamper sebagian, rata-rata; adakalanya menunjuk pada permasalahan singular, tetapi untuk permasalahan singular biasanya quantifier tidak dinyatakan.
Apabila quantifier suatu proposisi menunjuk pada permasalahan universal maka proposisi itu disebut proposisi universal, apabila menunjuk pada permasalahan particular disebut proposisi particular, dan apabila menunjuk pada permasalahn singular disebut proposisi singular.
Meskipun dalam satu proposisi tidak dinyatakan quantifiernya tidak berarti subyek dari proposisi tersebut tidak mengandung pengertian banyaknya satuan yang diikatnya. Untuk dapat menentukan kuantitas dari proposisi yang tidak ada quantifiernya kita dapat mengetahui lewat hubungan antara subyek dan predikatnya. Misalnya dalam proposisi berikut.
· Proposisi universal : Tanaman membutuhkan air.
· Proposisi particular : Manusia dapat menerima pendidikan tinggi.
· Proposisi singular : Hasan adalah guru.
Dalam proposisi “ Tanaman menbutuhkan air”, meskipun quantifiernya tidak dinyatakan, yang dimaksud adalah semua tanaman, karena tidak satupun tanaman ynag tidak membutuhkan air. Pada proposisi “manusia dapat menerima pendidikan tinggi”, yang dimaksud adalah sebagian manusia karena tidak senua manusia dapat menerima pendidikan tinggi. Sedangkan pada proposisi “Hasan adalah guru” yang dimaksud tentulah seorang, bukan beberapa orang.
Kopula menentukan kualitas proposisinya. Bila ia megiakan, proposisinya disebut proposisi positif dan bila mengingkari disebut proposisi negative.
Proposisi positif : Hasan adalah guru.
Proposisi negative : Budi bukan seniman.
Kopula dalam proposisi positif kadang-kadang dinyatakan dan kadang-kadang tidak (tersembunyi). Kita sering mendengar ungkapan “Napoleon adalah seorang panglima yang ulung” (kopula dinyatakan); tetapi sering juga mendengar hanya “Napoleon panglima yang ulung” (kopula tersembunyi).
Kopula pada proposisi negatif tidak mungkin disembunyikan, karena bila demikian berarti mengiakan hubungan antara term subyek dan predikatnya. Kopula dalam proposisi merupakan keharusan, meskipun bisa dinyatakan dan bisa pula tidak. Jika proposisi itu diumpamakan sebagai makhluk hidup, maka term subyek, predikat srta quantifier adalah jasmaninya, sedangkan kopulanya adalah rohaninya karena kopula menegaskan hubungan antara subyek dan predikatnya, baik dalam arti mengiakan atau pun mengingkari, sebagai hakikat dari suatu pernyataan yang dapat menilai benar dan salahnya. Dengan quantifier dapat kita ketahui kuantitas proposisi tertentu, apakah universal, particular ataukah singular, dan dengan kopula bisa kita ketahui kualitas proposisi itu apakah positif ataukah negatif. Dari kombinasi antara kuantitas dan kualitas proposisi maka ada enam macam proposisi.
1. Universal positif, seperti: Semua manusia kan mati.
2. Particular positif, seperti: Sebagian manusia adalah guru.
3. Singular positif, seperti: Rudi adalah pemain bulutangkis.
4. Universal negatif, seperti: semua kucing bukan burung.
5. Partikular negatif, seperti: Fatimah bukan gadis pemalu.
Proposisi universal positif, kopulanya mengakui hubungan subyek dan predikat secara keseluruhan, dalam logika dilambangkan dengan huruf A. Proposisi particular positif kopula mengakui hubungan subyek dan predikat sebagian saja dilambangkan dengan huruf I. Proposisi singular positif karena kopulanya mengakui hubungan subyek dan predikat secara keseluruhan maka juga dilambangkan dengan huruf A. Huruf A dan I masing-masing sebagai lambing proposisi universal positif dan particular positif diambil dari dua huruf hidup pertama kata Latin Affirmo yang berarti mengakui.
Proposisi universal negatif kopulanya mengingkari hubungan subyek dan predikatnya secara keseluruhan, dalam logika dilambangkan huruf E. Proposisi particular negative kopulanya mengingkari hubungan subyek dan predikat sebagian saja, dilambangkan dengan huruf O. Proposisi singular negative karena kopulanya mengingkari hubungan subyek dan predikat secara keseluruhan, juga dilambangkan dengan huruf E. Huruf E dan O yang dipakai sebagai lambnag tersebut diambil dari huruf hidup dalam kata nEgO, bahasa Latin yang berarti menolak atau mengingkari.
Lambang | Permasalahan | Rumus |
A | Universal positif | Semua S adalah P |
I | Partikular positif | Sebagian S adalah P |
E | Universal negatif | Semua S bukan P |
O | Partikular negatif | Sebagian S bukan P |
Dalam menentukan apakah suatu proposisi itu positif atau negatif, kita tidak boleh semata-mata berdasarkan ada tidaknya indicator negatifnya, yaitu: tak, tidak atau bukan. Indicator itu menentukan negatifnya suatu proposisi apabila ia berkedudukan sebagai kopula. Bila indicator itu berkedudukan sebagai kopula proposisi itu adalah positif. Perhatikan contoh di bawah ini.
· Semua yang tidak rajin bekerja mendapat sedikit (A)
· Tidak semua orang pandai berpidato (I)
· Semua yang malas mendapat hasil yang tidak banyak (A)
· Sebagian orang mempunyai harta yang melimpah bukan karena jerih payahnya (I)
A: Semua mahasiswa adalah terdidik.
Semua yang tidak tekun jarang sukses.
Manusia yang sabar akan mendapat sesuatu yang tidak menyedihkan.
Semua yang tidak waspada akan mendapat sesuatu yang tidak menyenangkan.
I: Sebagian mahasiswa sudak menikah.
Tidak semua orang mampu berpidato dengan baik.
Beberapa pedagang bekarja tidak jujur.
Sebagian orang yang tidak malas mempunyai nasib yang tidak begitu menyenangkan.
E: semua mahasiswa tidak buta huruf.
Tak satu pun juara angkat besi adalah wanita lemah.
Semua yang malas tidak mendapat banyak.
Semua kesuksesan tidak dating pada orang yang malas.
O: Sebagian mahasiswa tidak lulus.
Beberapa orang tidak mampu berpidato.
Sebagian orang yang jujur tidak mempunyai kedudukan yang layak.
Beberapa orang yang konsekuen dan jujur serta bekerja sesuai peraturan tidak disenangi oleh atasannya.
Masalah lain yang berkaitan dengan proposisi kategorik adalah distribusi (penyebaran). Distribusi berhubungan erat dengan pembahasan denotasi term subyek dan predikat, terutama sekali term predikat apakah ia merangkum seluruh glongannya atau hanya sebagian saja. Dalam hal ini ada dua istilah yang perlu diketehui yaitu: tertebar (distributed) dan tak-tertebar (undistributed).
Term subyek atau predikat dinamakan tertebar apabila ia melingkupi seluruh denotasinya dan disebut tak-tertebar apabila ia hanya menyebut sebagian denotasinya.
Permasalahan A = universal positif “Semua merpati adalah burung”. Subyek di sini menyebut seluruh denotasinya anpa kecuali yakni semua yang disebut merpati, merpayi jambul, merpati biasa, merpati putih, dan semua jenis merpati, jadi subyeknya adalah tertebar (distributed). Karena subyek di sisni term “burung” hanya menerangkan merpati saja, padahal banyak lagi yang dapat digolongkan dalam pengertian burung misalnya, elang, kakatua, dan sebagainya. Jadi term “burung” pada proposisi di atas hanya menyebut atau melingkupi sebagian saja dari golongan burung, maka predikat proposisi itu tak-tertebar (undistributed).
Permasalahan I = particular positif. Sebagian mahasiswa adalah malas. Subyek di sini jelas hanya menyebut sebagian manusia, jadi ia tak-tertebar. Term malas hanya menerangkan sebagian dari yang bisa bersifat malas. Jadi ia hanya menerangkan sebagian dari cakupannya, maka ia tak-tertebar.
Permasalahan E = universal negative. Semua ayam bukan kambing. Subyek di sisni jelas tertebar karena menyebut keseluruhan golongannya. Sedangkan predikaynya adalah semua kambing, tidak perduli macam maupun jenis kelaminyya, maka predikat adalah tertebar (distributed).
Permasalahan O = partikular negatif. Sebagian mahasiswa tidak rajin. Subyek menyebut sebagian mahasiswa, jadi ia tak-tertebar. Dalam proposisi ini “sebagian mahasiswa” dikecualikan dari golongan orang yang rajin dan yang dimaksud tentulah seluruh orang yang rajin, jadi predikatnya tertebar.
Proposisi | Subyek | Predikat |
A | Tertebar | Tak-tertebar |
I | Tak-tertebar | Tak-tertebar |
E | Tertebar | Tertebar |
O | Tak-tertebar | Tertebar |
Menurut Leonard Euler, 1707-1733 (dalam Mundiri, 1994: 67) seorang ahli matematika dari Swiss menemukan jalan yang mudah untuk memahami masalah penyebaran dengan diagram sebagai berikut:
Diagram I : denotasi S (subyek) dan denotasi P (predikat sama luasnya), misalnya: semua makhluk hidup adalah ciptaan Tuhan. Diagram ini untuk bentuk A yang term subyek dan predikatnya sama-sama tertebar.
Diagaram II: denotasi P lebih luas daripada notasi S, misalnya “Semua anggota MPR bisa baca tulis. Diagaram ini untuk bentuk A di mana S tertebar dan P tak-tertebar. Jadi ada dua diagram untuk bentu A.
Diagaram III: denotasi S sebagian tercakup dalam denotasi P, misalnya “Sebagian mahasiswa adalah seniman”. Diagram ini untuk bentuk I (S tak-tertebar, P tak-tertebar).
Diagram IV: denotasi S dan P tidak berkaitan secara keseluruhan, misalnya “Semua merpati bukan kucing”. Diagaram ini untuk bentuk E (S tertebar dan P tertebar).
Digram V: denotasi S sebagian tidak tercakup dalam denotasi P, misalnya “Sebagian mahasiswa tidak jujur”. Diagram ini bentuk O (S tak-tertebar dan P tertebar).
2. Proposisi Hipotetik
Proposisi hipotetik kebenaran yang dinyatakan tergantung pada syarat tertentu. Pada proposisi hipotetik kopulanya adalah “jika, apabila, atau manakala” yang kemudian dilanjutkan dengan “maka”, meskipun kadang tidak dinyatakan, pada proposisi hipoteteik kopula menghubungkan dua buah pernyataan, misalnya “Jika permintaan bertambah maka harga akan naik” pada dasarnya terdiri dari dua proposisi kategorik “Permintaan bertambah” dan “Harga akan naik”. “Jika” dan “maka” pada contoh di atas adalah kopula, “Permintaan bertambah” sebagai pernyataan pertama disebut sebab atau antecedent dan “Harga akan naik” sebagai pernyataan kadua disebut akibat atau konsekuen.
Proposisi hipotetik mempunyai dua buah bentuk.
Pertama bila A adalah B maka A adalah C, seperti contoh berikut ini.
Bila Hasan rajin ia akan naik kelas.
Jika tanaman sering diberi pupuk ia akan subur.
Manakala seseorang dihina, maka ia akan marah.
Kedua, bila A adalah B maka C adalah D, seperti contoh berikut ini.
Bila hujan, saya naik becak.
Bila keadilan tidak dihiraukan maka rakyat akan menuntut.
Bila permintaan bertanbah, maka harga akan naik.
Antara sebab dan akibat dalam proposisi hipotetik adakalanya merupakan hubungan kebiasaan, contohnya “Manakala ia lulus, ayahnya akan memberi dia hadiah yang menarik”, dan adakalanya merupakan hubungan keharusan, contohnya “Bila sesuatu itu hidup maka ia akan membutuhka air”.
3. Proposisi Disyungtif
Proposisi disyungtif pada hakikatnya terdiri dari dua buah proposisi kategorika. Sebuah proposisi disyungtif seperti proposisi “Proposisi jika tidak benar maka salah”, jika dianalisis menjadi “Proposisi itu benar” dan “Proposisi itu salah”. Kopula yang berupa “jika” dan “maka” mengubah dua proposisi kategorik menjadi permasalahan disyungtif. Kopula dari proposisi disyungtif bervariasi, contohnya sebagai berikut ini.
Hidup kalau tidak bahagia adalah susah.
Hasan di rumah atau di sekolah.
Jika bukan Hasan yang mencuri maka Budi.
Dalam proposisi disyungtif kopula menghubungkan dua buah alternative. Ada dua bentuk proposisi disyungtif, yaitu proposisi disyungtif sempurna, mempunyai alternative kontradiktif, dan proposisi disyungtif tidak semperna, alternatifnya tidak berbentuk kontradiktif. Rumus untuk bentuk pertama adalah: A mungkin B mungkin non B, seperti contoh berikut ini.
Hasan berbaju putih atau berbaju non-putih.
Budi mungkin masih hidup mungkin sudah mati (non-hidup).
Fatimah berbahasa Arab atau berbahasa non-Arab.
Adapun rumus untuk bentuk kedua adalah: A mungkin B mungkin C, seperti contoh berikut ini.
Hasan berbaju hitam atau berbaju putih.
Budi di toko atau di rumah.
PSSI kalah atau menang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar